Selasa, 25 Oktober 2011

Sunat Bisa Picu Kematian

Berbeda dengan khitan pada laki-laki yang jelas mendatangkan manfaat. Namun sebaliknya, sunat pada perempuan justru berbahaya dan dapat berisiko kematian. Benarkah ?


Khitan perempuan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terbagi atas empat. Tipe 1, yaitu memotong seluruh bagian klitoris (bagian mirip penis pada tubuh pria). Tipe 2, memotong sebagian klitoris. Tipe 3, menjahit atau menyempitkan mulut vagina (infibulasi) dan, tipe 4, menindik, menggores jaringan sekitar lubang vagina, atau memasukkan sesuatu ke dalam vagina agar terjadi perdarahan dengan tujuan memperkencang atau mempersempit vagina.

Dr Artha Budi Susila Duarsa, dari Lembaga Studi Kependudukan dan Gender Universitas YARSI, Jakarta, menjelaskan, tidak semua tindakan sunat membahayakan perempuan.

Menurutnya ada suatu prosedur sunat yang secara medis dibenarkan dengan tujuan memperbaiki kualitas kesehatan. Tindakan khitan tersebut adalah membuka prepusium (kulup atau kulit luar) yang menutupi klitoris.

"Sebenarnya khitan bisa terjadi ketika prepusium menutupi klitoris, itu sangat mengganggu. Karena kalau menutupi, perempuan tidak mempunyai daya rangsang seksual. Maka, prepusium yang lebar itu harus dibuka dengan cara dikhitan," kata dr Artha.

Dr. Artha menambahkan proses pengkhitanan dilakukan dengan metode hoodectomy (pemotongan kulup) itu bertujuan untuk meningkatkan kepekaan dan kenikmatan seksual, serta mempermudah perempuan mencapai orgasme saat berhubungan intim.

"Hal ini berlaku jika kulup sebegitu lebar sehingga menutupi klitoris yang mencegah bagian tersebut dari tersentuh penis pada saat berhubungan seks," lanjutnya.

Namun, Artha mengingatkan, prosedur ini tidak boleh dilakukan pada perempuan dengan bentuk klitoris normal. "Pada kondisi normal, prepusium sudah cukup terbuka dan sudah cukup menerima rangsang. Apabila dibuka (dilukai) justru akan mengganggu rangsangan yang diterima."

Berbeda dengan kulup penis pada lelaki, prepusium pada perempuan tidak menutupi total klitoris. Fungsi kulup ini adalah sebagai pelindung sehingga tidak perlu dibedah atau dihilangkan. Akan tetapi, 50-60% perempuan ada yang memiliki kelebihan jaringan pelindung pada organ sensitif tersebut.

Kelebihan itu bukan pada kulup primer, melainkan pada kulup sekunder yang terletak di bagian atas dan samping (lateral), dari mulai bagian apeks klitoris hingga ke labia minora.

Kelebihan jaringan inilah yang akan mengganggu kepekaan dan sensasi pada rangsangan seksual perempuan. Untuk mengatasinya, perlu dilakukan prosedur perampingan prepusium guna memperbaiki rangsangan pada klitoris.

Ia menambahkan melakukan khitan secara simbolis mungkin dapat menjadi salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut.

"Semacam mengoles prepusium (kulup) dengan kunyit atau betadine. Hal ini hanya untuk menyalurkan keyakinan dari orangtua bahwa anaknya sudah dikhitan. Padahal sebenarnya tidak dikhitan, namun dikhitan secara simbolik. Meski masih menjadi perdebatan, namun dinilai itu salah satu jalan keluarnya," kata Artha.

Tidak bermanfaat bagi kesehatan

Khitan sendiri, dinilai Artha, tidak bermanfaat. Khitan bagi perempuan tidak ada manfaatnya sama sekali. Karena itu, fakultas kedokteran tidak ada yang mengajarkan khitan perempuan. Kecil atau tidaknya tindakan yang dilakukan, karena berada dalam area sensitif perempuan dinilai sangat berbahaya.

"Mulai dari pembedahan sampai anastesi, yang paling parah dari khitan bisa menimbulkan kematian," kata Artha yang melakukan riset bersama peneliti lain dari Fatayat Nahdlatul Ulama, dan The International Islamic Center for Population Research and Studies Universitas Al Azhar Kairo.

Menurutnya, sunat perempuan berbeda dengan khitan pada anak lelaki yang jelas mendatangkan manfaat. Khitan di antaranya mencegah infeksi dan kanker. Sedangkan sunat perempuan sama sekali tak memiliki manfaat kesehatan.

Sekadar diketahui, sunat perempuan menurut Badan Kesehatan Dunia WHO terbagi empat tipe. Tipe pertama, memotong seluruh bagian klitoris (bagian mirip penis pada tubuh lelaki). Tipe kedua, memotong sebagian klitoris.

Tipe ketiga, menjahit atau menyempitkan mulut vagina (infibulasi), dan tipe keempat menindik, menggores jaringan sekitar lubang vagina atau memasukkan sesuatu ke dalam vagina agar terjadi perdarahan dengan tujuan mengencangkan atau mempersempit vagina.

Meskipun pemberlakuan khitan perempuan di Indonesia hanya pada batas tipe keempat, namun menurut dirinya, pemotongan klitoris sendiri tak boleh terjadi.

"Karena klitoris memainkan peran penting dalam meningkatkan kenikmatan seksual seorang perempuan. Selain itu, melalui klitoris dapat terjadi ekskresi kelenjar di sekitar vagina," jelasnya.

Tidak mengubah bentuk klitoris dinilai Artha sangat penting, karena letak klitoris yang dikelilingi saraf menyebabkan sangat peka secara seksual.

"Menghilangkan klitoris akan menurunkan kepekaan perempuan terhadap rangsangan seksual. Klitoris juga berefek pada lubrikasi pada vagina. Semakin banyak lubrikasi pada vagina, maka perempuan semakin siap ketika penis dimasukkan," ungkapnya.

Jika tak ada klitoris, lanjutnya, vagina akan kering dan masuknya penis menyebabkan rasa sakit pada vagina, sehingga timbul ketakutan pada perempuan melakukan hubungan badan berikutnya. (inilah.com)

Arsip Blog